Pasca
reformasi, kehidupan berbangsa di tanah air sedemikian buruknya. Berbagai
ketimpangan terjadi dibanyak lini/sektor. Entah itu eksekutif, legislatif
sampai yudikatif sekalipun. Penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan sepertinya
menjadi hal yang lumrah saja. Kebijakan publik yang digagas dan sejatinya
mengobjek pemerataan layanan tanpa keberpihakan terlegislasi secara yuridis
demi kepentingan kelompok tertentu. Kelumrahan itu tidak lain akibat dari
terjustifikasinya prinsip-prinsip potensial hewani insaniyah seperti, kalau
bukan hari ini kapan lagi. Begitulah fenomenanya. Setiap dari kita sebagai
warga negara tak bisa menghindarkan diri dari situasinya. Bahkan kita tengah
berada dalam lingkarannya. Sulit melepaskan diri dari tali-tali yang telah
dipintal menjadi jaring-jaring penjeratnya.
Bila
sedemikian pelik masalah ini, lalu mengapa “kepemimpinan” yang seharusnya
menjadi soko guru stabilitas sosial seolah menjadi suatu utopia??? Ketidakhadiran
“pemimpin” dalam situasi kebertimpangan kemudian menyeret orang perorang dalam
kerangkeng hasrat libidinal yang takkan bisa memberi kepuasaan sedikitpun. Tak
lain dan tak bukan, bila hal ini adalah titik sentral dari Aqliyah Wa Naqliyah.
Yaitu keberdayaan akal dan qalbu. Ketika akal sudah memimpin kalbu, dan atau ketika
qalbu tidak lagi mampu mengarahkan akal dalam setiap tindak tunduk berperilaku,
berdinamika secara mekanis maupun organik.
Bahwa,
euforia demokratisasi kehidupan berbangsa tak urung membuat orang perorang atau
juga kelompok berkompromi membangun kesamaan persepsi dalam pencapaian tujuan
tertentu. Adalah kepentingan ekonomis menjadi biangnya. Cara-cara kompromistis
itu lalu melahirkan tindakan yang menurut frame dialektis mereka adalah sesuatu
yang rasional. Menciptakan apologi ilmiah dalam rangka mempertahankan status
quo, bila berada diposisi yang diharapkan. Bila kemudian muncul kontra
irasionalitasnya, maka kelompok kontra tersebut pun hanyalah bayang-bayang
pencapaian kepentingan yang sama hanya disatu kondisi yang berbeda
(subordinat). Hahaahahaa, mau kemana nih bahasannya. Sejujurnya, ini sekedar
stimulus untuk menyatukan puzzle ilmiah terhadap barang sesuatu (being) yang
ada. Ya, apa saja yang senarasi dengannya! TIDAK USAH DIGUBRIS....
---------------------------------------------------------------------
Wisma UNM - 27 Mei 2013
Tanah Negeri para Daeng,-